Anjak Piutang Syariah

GUSTANI.ID - Salah satu bentuk transaksi yang banyak dilakukan dalam dunia usaha saat ini adalah dalam bentuk pembelian piutang beserta pengurusannya atau yang disebut dengan Anjak Piutang atau Factoring. Praktik anjak piutang ini banyak dilakukan pada lembaga pembiayaan dan bank. 

Dari aspek syariah, kegiatan anjak piutang yang ada saat ini tidak sesuai dengan syariah karena kegiatan tersebut mengandung riba, gharar dan termasuk jual beli barang yang pada saat itu tidak dapat diserahterimakan (ghair maqdur al-taslim). Namun praktek anjak piutang diperlukan oleh masyarakat dalam bisnis, oleh karena itu diperlukan bentuk anjak piutang yang sesuai dengan prinsip syariah atau yang disebut dengan Anjak Piutang Syariah

Ketentuan syariah terkait Anjak Piutang Syariah diatur dalam Fatwa DSN-MUI Nomor 67 Tahun 2008 tentang Anjak Piutang Syariah. Praktik anjak piutang syariah ini dapat dilakukan pada perusahaan pembiayaan syariah dan bank syariah.

Anjak Piutang Syariah adalah pengalihan penyelesaian piutang atau tagihan jangka pendek dari pihak yang berpiutang kepada pihak lain yang kemudian menagih piutang tersebut kepada pihak yang berutang atau pihak yang ditunjuk oleh pihak yang berutang sesuai prinsip syariah.

Akad yang dapat digunakan dalam Anjak Piutang Syariah adalah akad Wakalah bil Ujrah. Akad wakalah bi al-ujrah adalah akad wakalah yang disertai dengan imbalan berupa ujrah (fee). 

Skema Transaksi anjak piutang syariah adalah sebagai berikut:

  1. Pihak yang berpiutang mewakilkan kepada pihak lain untuk melakukan pengurusan dokumen-dokumen penjualan kemudian menagih piutang kepada pihak yang berutang atau pihak lain yang ditunjuk oleh pihak yang berutang;
  2. Pihak yang ditunjuk menjadi wakil dari yang berpiutang untuk melakukan penagihan (collection) kepada pihak yang berutang atau pihak lain yang ditunjuk oleh pihak yang berutang untuk membayar;
  3. Pihak yang ditunjuk menjadi wakil dapat memberikan dana talangan (Qardh) kepada pihak yang berpiutang sebesar nilai piutang;
  4. Atas jasanya untuk melakukan penagihan piutang tersebut, pihak yang ditunjuk menjadi wakil dapat memperoleh ujrah/fee;
  5. Besar ujrah harus disepakati pada saat akad dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase yang dihitung dari pokok piutang;
  6. Pembayaran ujrah dapat diambil dari dana talangan atau sesuai kesepakatan dalam akad;
  7. Antara akad Wakalah bil Ujrah dan akad Qardh, tidak dibolehkan adanya keterkaitan (ta’alluq).

Contoh fitur produk pembiayaan anjak piutang syariah pada bank syairah seperti Anjak Piutang IB oleh BCA Syariah.


Sumber: Fatwa DSN-MUI Nomor 67 Tahun 2008 tentang Anjak Piutang Syariah