Akad Salam: Pengertian, Landasan Hukum, dan Syarat

SYARIAHPEDIA.COM - Salah satu jenis akad jual-beli (bai') adalah akad jual-beli salam (bai' al salam/بيع السلم). Berikut ini adalah penjelasan tentang pengertian, landasan hukum, dan syarat akad salam

Pengertian Akad Salam

Akad Salam adalah menjual barang dengan kriteria tertentu yang masih dalam tanggungan penjual dengan bayaran tunai di muka. Akad Salam disebut juga dengan salaf, akar kata dari taslil yang berarti mendahulukan karena dalam hal ini alat tukar didahulukan atas barang yang diiual.

Sedangkan Fatwa DSN-MUI No. 110 mendefinisikan akad jual-beli salam (bai' al salam/بيع السلم) adalah jual beli dalam bentuk pemesanan atas suatu barang dengan kriteria tertentu yang harganya wajib dibayar tunai pada saat akad. 

Ulama fikih juga menyebutkan dengan bai'ul mahawiij (penjualan barang kebutuhan). karena akad salam adalah akad jual-beli barang yang belum ada karena kondisi yang memaksa semua pihak yang bertransaksi. Pemilik uang sangat memerlukan barang, sementara pihak penjual membutuhkan dana tunai sebelum barang tersebut ada, sebagai nafkah untuk dirinya termasuk untuk pengadaan barang yang akan dijual kemudian. Semua ini adalah kemashlatan yang sangat dibutuhkan.

Dalam akad salam, pihak pembeli disebut dengan musallim atau rabbussalam, sedangkan penjual barang disebut dengan musallam ilaih. Barang yang perjual-belikan disebut musallam fiih, dan uang yang diserahkan oleh musallim disebut modal salam

Landasan Hukum Akad Salam 

Akad salam disyariatkan berdasarkan Al-Quran, sunnah, dan ijma' para ulama. Ibnu Abbas ra berkata, "saya bersaksi bahwa salaf yang menajdi tanggungan penjual hingga waktu tertentu diperbolehkan oleh Allah dalam kitab-Nya. Beliau membaca firman Allah SWT.,"Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berhutang untuk waktu yang ditentukan, hendaknya kamu menuliskannya denga benar..." (QS Al Baqarah:282).

Iman Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah, penduduk terbiasa memperjual-belikan kurma dengan cara salam untuk waktu satu sampai dua tahun. Maka, rasulullah SAW bersabda,

من اسلف فليسلف في كيل معلوم ووزن معلوم إلى أجل معلوم

 "Barangsiapa melakukan salam, hendaknya ia melakukannya untuk takaran yang diketahui, timbangan yang diketahui, dan dalam waktu yang diketahui". 

Ibnu Munzir berkata, "semua ulama yang menjadi rujukan kami bersepakat bahwa salam adalah boleh".

Di Indonesia, fatwa yang terkait dengan akad salam adalah fatwa DSN-MUI Nomor 5 tahun 2000 tentang jual-beli salam

Syarat - Syarat Salam

Salam memiliki syarat-syarat yang hirrus dipenuhi sehingga ia dinyatakan sah. Di antara syarat-syarat yang dimaksud ada yang berkaitan dengan penukar dan ada yang berkaitan dengan barang yang dijual.

Syarat-syarat penukar adalah sebagai berikut.

  1. jenisnya diketahui.
  2. Jumlahnya diketahui.
  3. Diserahkan di tempat yang sama.

Sedangkan syarat-syarat barang (muslam fiih) adalah:
  1. Berada dalam tanggungan.
  2. Dijelaskan dengan penjelasan yang menghasilkan pengetahuan tentang jumlah dan ciri-ciri barang yang membedakannya dengan barang yang lain sehingga tidak ada lagi sesuatu yang meragukan dan dapat menghilangkan perselisihan yang mungkin akan timbul.
  3. Batas waktunya diketahui. Apakah salam boleh dilakukan sampai mnasa panen, kedatangan orang yang pergi haji, atau keluarnya tunjangan? Imam Malik berkata, Boleh apabila diketahui dengan hitungan bulan dan tahun.
Mayoritas ulama mengatakan bahwa salam harus diketahui batas waktunya. Menurutnya, salam tidak boleh dilakukan secara langsung. Para ulama mazhab Syafii berpendapat bahwa salarn boleh dilakukan secara langsung karena apabila dia boleh dilakukan dengan penangguhan yang disertai ketidakjelasan, maka ia lebih boleh dilakukan secara langsung. Disebutkannya penangguhan dalam hadits bukanlah sebagai pensyaratannya, melainkan maknanya adalah bahwa apabila salam dilakukan secara tidak langsung, maka batas waktunya harus diketahui. 


Referensi :

  1. Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah
  2. Fatwa DSN-MUI No. 110 tentang Akad Jual-Beli.