Tren "Hijrah" Bank Daerah

foto : company profile bank nagari

Oleh : Gustani

SYARIAHPEDIA.COM Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sumatera Barat, bank Nagari secara resmi menjadi bank syariah setelah disetujui secara aklamasi oleh pemegang saham dalam RUPSLB pada 30 November 2019 lalu. Bank Nagari menjadi bank daerah kelima yang menyatakan "hijrah" menjadi bank syariah, setelah Bank Aceh pada 2016, Bank NTB pada 2018, Bank Riau Kepri pada 2019, dan Bank Bengkulu pada 2019. 

Keputusan “hijrah” BPD tidak terlepas dari tuntutan dari regulasi yang memaksa Unit Usaha Syariah (UUS) yang dimiliki oleh bank konvensional untuk memisahkan diri (spin off). Berdasarkan undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menyatakan bahwa bank konvensional yang memiliki unit syariah diwajibkan untuk memisahkan diri jika asset unit syariah sudah mencapai 50% dari total asset bank induknya atau 15 belas tahu sejak undang-undang perbankan syariah berlaku. Artinya tahun 2023, seluruh unit syariah bank konvensional harus memisahkan diri dari bank konvensional (spin off) atau induknya yang dikonversi menjadi bank syariah. 

Pilihan spin off bukan perkara mudah, sebab bank induk harus siap menyuntik modal tambahan untuk memenuhi syarat permodalan bank syariah. Sehingga beberapa bank konvensional, terutama Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang sebagian besar memiliki UUS mengambil langkah konversi ke syariah. 

Kebijakan ini menjadi berkah tersendiri bagi industri perbankan syariah di Indonesia, sebab dengan "hijrah" nya bank konvensional ke syariah akan sangat efektif untuk mendongkrak pangsa pasar (market share) bank syariah, disatu sisi aset perbankan syariah bertambah dan disisi lain aset bank konvensional berkurang. Seperti saat Bank Aceh dikonversi ke syariah, dengan jumlah aset mencapai Rp 20 triliun dapat membuat pangsa pasar bank syariah dapat melewati angka 5%, padahal sejak pertama kali bank syariah hadir tahun 1992 belum pernah pangsa pasar bank syariah mencapai 5%. 

Bisa dikatakan kebijakan konversi bank daerah adalah strategi top down, dukungan pemerintah terhadap perbankan syariah, dalam hal ini pemerintah daerah. Memang akselerasi pertumbuhan perbankan syariah lebih efektif jika didukung oleh pemerintah, seperti hal nya Malaysia. Pemerintah Malaysia mendukung penuh perbankan syariah dengan memberikan akses bank syariah untuk terlibat dalam program strategis pemerintah, sehingga pangsa perbankan syariah di Malaysia cukup signifikan, diangka 23%. Selama ini pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia lebih dominan tumbuh secara organik dari kesadaran masyarakat, sehingga perkembangannya tidak terlalu signifikan.  

Misi pemerintah untuk menjadi pusat keuangan dan ekonomi syariah yang ditetapkan dalam Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia (MEKSI) menjadi tantangan bagi pemerintah. Dengan tren "Hijrah" bank daerah ini, diharapkan sedikit membantu pemerintah pusat dalam meralisasikan misi ini, meski porsinya masih kecil, karna aset BPD masih kecil. 

Idealnya bank BUMN yang dikonversi ke syariah, sehingga Indonesia memiliki bank BUMN Syariah yang selama ini hanya berstatus bank syariah milik BUMN. Saya sering mencontohkan ke mahasiswa kalau sedang mengajar, mengandaikan BRI yang memiliki aset 1.266 triliun rupiah atau sekitar 15% pangsa pasar perbankan tanah air. Kalau BRI yang dikonversi, misi tercapai. Ini kebijakan "radikal"...hehe. Apakah pemerintah pusat berani ? Pemerintah daerah aja berani..hehe