Akad Ijarah Maushufah Fi al-Zimmah (IMFZ)

SYARIAHPEDIA.COM. Akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah atau IMFZ adalah akad sewa-menyewa atas manfaat suatu barang ('ain) atau jasa ('amal) yang pada saat akad hanya disebutkan sifat-sifat, kuantitas dan kualitasnya (spesifikasi). IMFZ termasuk akad kontemporer yang diterapkan pada lembaga keuangan syariah.


Hukum Akad IMFZ Menurut Pendapat Para Ulama

Ulama Malikiyyah sebagaimana terdapat dalam kitab Hasyiyah al-Dusuqi 'ala al-Syarh al-Kabir (12/336), kitab Syarh Muntaha al-Iradat (2/252), kitab Asna al-Mathalib (2), dan kitab Bidayah al-Mujtahid (2/182) karya Ibn Rusyd, berpendapat bahwa ujrah dalam akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah wajib dibayar di awal pada saat akad (majelis akad); agar terhindar dari jual-beli piutang dengan piutang.  

Ulama Syafi'iyyah sebagaimana dijelaskan dalam kitab Syarh Muntaha al-Iradat (2/360) dan kitab Tuhfat al-Muhtaj Syarh al-Minhaj (6), berpendapat bahwa ujrah dalam akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah wajib dibayar di awal pada saat akad (majelis akad) sebagaimana wajibnya membayar harga (tsaman) dalam akad jual-beli salam. 

Ulama Hanabilah sebagaimana dijelaskan dalam kitab al-Kafi fi Fiqh Ibn Hanbal (2/169) karya Ibn Qudamah, memiliki dua pendapat terkait waktu pembayaran ujrah dalam akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah, yaitu: 

Pertama Ujrah boleh dibayar di akhir akad (tidak mesti dibayar di awal dalam majelis akad); sebagaimana dibolehkan mengakhirkan pembayaran ujrah dalam akad ijarah atas barang atas dasar kesepakatan; dan 

Kedua Ujrah harus dibayar di muka dalam majelis akad; sebagaimana harusnya membayar harga (tsaman) di awal dalam akad jual-beli salam. 

Badr al-Hasan al-Qasimi dalam al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah menjelaskan sebagai berikut: 

أَمَّا الْإِجَارَةُ الْمَوْصُوْفَةُ فِي الذِّمَّةِ فَهِيَ تَكُوْنُ مُضَافَةً إِلَى الْمُسْتَقْبَلِ وَهِيَ تَجُوْزُ إِذَا كَانَ الْوَصْفُ مُنْضَبِطًا فَيَتِمُّ تَسْلِيْمُ الْعَيْنِ الْمَوْصُوْفَةِ خِلَالَ مَوْعِدِ سَرَيَانِ الْعَقْدِ. 

"Adapun al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah bersifat ke depan (forward ijarah), boleh dilakukan dengan syarat kriteria obyeknya dapat digambarkan secara terukur dan diserahkan pada waktu tertentu sesuai kesepakatan saat akad." 

Ahmad Muhammad Mahmud Nashar dalam Fiqh al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah wa Tathbiqatuha fi al-Muntajat al-Maliyyah al-Islamiyyah li Tamwil al-Khadamat (2009), menjelaskan sebagai berikut: 

اخْتَلَفَ الْفُقَهَاءُ فِيْ مَشْرُوْعِيَّةِ الْإجَارَةِ الْمَوْصُوْفَةِ فِيْ الذِمَّةِ فَذَهَبَ الْحَنَفِيَةُ إِلَى مَنْعِ إِجَارَةِ الْمَنَافِعِ الْأَعْيَانِ الْمَوْصُوْفَةِ فِيْ الذِمَّةِ وَاشْتَرَطُوْا أَنْ تَكُوْنَ الْعَيْنُ الْمُؤْجَرَةُ مُعَيَّنَةً؛ وَذَهَبَ جُمْهُوْرُ الْفُقَهَاءِ مِنَ الْمَالِكِيَّةِ وَالشَافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ إِلَى جَوَازِ إِجَارَةِ الْعَيْنِ الْمَوْصُوْفَةِ فِيْ الذِمَّةِ وَعَدُّوْهَا مِنْ بَابِ السَّلَمِ فِيْ الْمَنَافِعِ. 

"Ahli fikih berbeda pendapat tentang status hukum al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah; pertama, ulama Hanafiyyah berpendapat bahwa akad ijarah atas manfaat barang yang termasuk maushufah fi al-dzimmah adalah akad yang dilarang (baca: tidak sah); mereka berpendapat bahwa bahwa barang sewa (mahall al-manfa'ah) harus sudah ditentukan pada saat akad atau perjanjian dilakukan; dan kedua, jumhur ulama dari kalangan Malikiyyah, Syafi`iyyah, dan Hanabilah membolehkan akad ijarah atas barang yang termasuk maushufah fi al-dzimmah; mereka menganggap akad ijarah maushufah fi al-dzimmah ini bagian dari bentuk akad jual-beli salam atas manfaat." 

Al-Ma'ayir al-Syar'iyyah Nomor 9 tentang parameter (dhawabith) al-Ijarah wa al-Ijarah al-Muntahiyyah bi al-Tamlik, yaitu dalam kitab tersebut ditetapkan hal-hal berikut: 

يَجُوْزُ أَنْ تَقَعَ الْإِجَارَةُ عَلَى مَوْصُوْفٍ فِي الذَّمَّةِ وَصْفًا مُنْضَبِطًا وَلَوْ لَمْ يَكُنْ مَمْلُوْكًا لِلْمُؤْجِرِ (الْإِجَارَةُ الْمَوْصُوْفَةُ فِيْ الذِمَّةِ) حَيْثُ يَتَّفِقُ عَلَى تَسْلِيْمِ الْعَيْنِ الْمَوْصُوْفَةِ فِيْ مَوْعِدِ سَرَيَانِ الْعَقْدِ، وَيُرَاعَى فِيْ ذَلِكَ إِمْكَانُ تَمَلُّكِ الْمُؤْجِرِ لَهَا أَوْ صَنْعِهَا، وَلَايُشْتَرَطُ فِيْهَا تَعْجِيْلُ الْأُجْرَةِ مَالَمْ تَكُنْ بِلَفْظِ السَلَمِ أَوْ السَلَفِ. وَإِذَا سَلَّمَ الْمُؤْجِرُ غَيْرَ مَا تَمَّ وَصْفُهُ فَلِلْمُسْتَأْجِرِ رَفْضُهُ وَطَلَبُ مَا تَتَحَقَّقُ فِيْهِ الْمُوَاصَفَاتُ. 


"Akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah boleh dilakukan dengan syarat kriteria barang sewa dapat terukur meskipun obyek tersebut belum menjadi milik pemberi sewa (pada saat ijab-qabul dilakukan); waktu penyerahan barang sewa disepakati pada saat akad, barang sewa tersebut harus diyakini dapat menjadi milik pemberi sewa baik dengan cara memperolehnya dari pihak lain maupun membuatnya sendiri; tidak disyaratkan pembayan ujrah didahulukan (dilakukan pada saat akad) selama ijab-qabul yang dilakukan tidak menggunakan lafadz salam atau salaf; apabila barang sewa diterima penyewa tidak sesuai dengan kriteria yang disepakati, pihak penyewa berhak menolak dan meminta gantinya yang sesuai dengan kriteria yang disepakati pada saat akad."  

Pendapat ulama kontemporer terkait waktu pembayaran ujrah dalam akad IMFZ. 

Muhammad Sa'id al-Buthi dalam paper yang berjudul "al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah" yang disampaikan dalam Muktamar Keuangan Bank di Bahrain pada tahun 2007, berpendapat bahwa ujrah dalam akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah wajib dibayar di awal pada majelis akad sebagaimana dalam akad jual-beli salam.

Abd al-Sattar Abu Ghuddah berpendapat bahwa pembayaran ujrah dalam akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah boleh diakhirkan meskipun dalam perjanjiannya menggunakan  kata jual-beli salam. 

Nazih Hammad berpendapat bahwa pembayaran ujrah dalam akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah boleh diakhirkan apabila menggunakan lafadz ijarah, bukan lafadz salam.

Ali al-Qaradaghi dalam paper yang berjudul "al-Ijarah `ala Manafi` al-Asykhash" yang disampaikan dalam acara Majelis Fatwa Eropa tahun 2008 di Paris (Perancis), membolehkan pengakhiran pembayaran ujrah dalam akad  akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah (baca: ujrah tidak mesti dibayar di muka atau dibayar pada saat akad) apabila perjanjiannya menggunakan kata ijarah; dan wajib mendahulukan pembayaran ujrah apabila menggunakan lafadz salam

Ketentuan Fatwa DSN MUI tentang akad IMFZ 

Dalam Fatwa DSN MUI No 101 Tahun 2016 tentang Akad Al Ijarah al Maushufah fial Dzimmah (IMFZ) diatur terkait ketentuan -ketentuan akad IMFZ sebagai berikut : 

Ketentuan Hukum 

  1. Akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah boleh dilakukan dengan mengikuti ketentuan dalam fatwa ini.
  2. Akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah  berlaku secara efektif dan menimbulkan akibat hukum, baik berupa akibat hukum khusus (tujuan akad) maupun akibat hukum umum, yaitu lahirnya hak dan kewajiban, sejak akad dilangsungkan. 

Ketentuan terkait Manfaat  Barang ('Ain) dan Pekerjaan ('Amal) 
Manfaat  barang ('ain) dan pekerjaan ('amal) dalam akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah, harus:
  1. Diketahui dengan jelas dan terukur spesifikasinya (ma'lum mundhabith) supaya terhindar dari perselisihan dan sengketa (al-niza');
  2. Dapat diserah-terimakan baik secara hakiki maupun secara hukum; dan
  3. Sesuai dengan prinsip syariah. 

Ketentuan terkait Barang Sewa
  1. Kriteria barang sewa yang dideskripsikan harus jelas dan terukur spesifikasinya; 
  2. Barang sewa yang dideskripsikan boleh belum menjadi milik pemberi sewa pada saat akad dilakukan;
  3. Pemberi sewa harus memiliki kemampuan yang cukup untuk mewujudkan dan menyerahkan barang sewa;
  4. Barang sewa diduga kuat dapat diwujudkan dan diserahkan pada waktu yang disepakati;
  5. Para pihak harus sepakat terkait waktu serah-terima barang sewa; dan
  6. Apabila barang yang diterima penyewa tidak sesuai dengan kriteria pada saat akad dilakukan, penyewa berhak menolaknya dan meminta ganti sesuai kriteria atau spesifikasi yang disepakati. 

Ketentuan terkait Ujrah
  1. Ujrah boleh dalam bentuk uang  dan selain uang;
  2. Jumlah ujrah dan mekanisme perubahannya harus ditentukan berdasarkan kesepakatan; dan
  3. Ujrah boleh dibayar secara tunai, tangguh, atau bertahap (angsur) sesuai kesepakatan. 

Ketentuan terkait Uang Muka dan Jaminan
  1. Dalam akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah dibolehkan adanya uang muka (uang kesungguhan [hamisy jiddiyah]) yang diserahkan oleh penyewa kepada pihak yang menyewakan.
  2. Uang muka dapat dijadikan ganti rugi (al-ta'widh) oleh pemberi sewa atas biaya-biaya/kerugian yang timbul dari proses upaya mewujudkan barang sewa apabila penyewa melakukan pembatalan sewa, dan menjadi pembayaran sewa (ujrah) apabila akad al-ijarah al-maushufah fi al-dzimmah dilaksanakan sesuai kesepakatan.
  3. Pemberi sewa dapat dikenakan sanksi apabila menyalahi substansi perjanjian terkait spesifikasi barang sewa dan jangka waktu.
  4. Apabila jumlah uang muka lebih besar dari jumlah kerugian, uang muka tersebut harus dikembalikan kepada penyewa.
  5. Dalam akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah dibolehkan adanya jaminan (al-rahn) yang dikuasai oleh pemberi sewa baik secara hakiki (qabdh haqiqi)maupun secara hukum (qabdh hukmi). 

IMFZ pada Produk PPR Inden Syariah 

Implementasi akad IMFZ dapat diterapkan pada produk Pembiayaan Pemilikan Rumah (PPR) Inden Syariah. PPR Inden syariah merupakan produk pembiayaan bank syariah dalam rangka pembelian rumah, ruko, rukan, rusun/apartemen secara inden (atas dasar pesanan) menggunakan prinsip syariah dengan akad MMQ atau IMBT. 

Dalam Fatwa DSN MUI No. 102 diatur ketentuan syariah terkait penerapan akad IMFZ pada produk PPR Inden Syariah sebagai berikut : 

Ketentuan terkait Manfaat Barang (Manfaat 'Ain) 

  1. Manfaat harus berupa manfaat yang dapat diketahui spesifikasinya (ma'lum) supaya terhindar dari perselisihan dan sengketa (al-niza');
  2. Manfaat harus berupa manfaat yang dapat diserah-terimakan baik secara hakiki maupun secara hukum;
  3. Jangka waktu penggunaan manfaat (masa ijarah) harus disepakati pada saat akad;
  4. Manfaat harus berupa manfaat yang boleh berdasarkan syariah; danManfaat yang diharapkan adalah manfaat yang dimaksud dalam akad yang dapat dicapai melalui akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah. 

Ketentuan terkait Barang Sewa Inden (PPR-Inden) 

  1. Kriteria barang sewa yang dideskripsikan harus terukur spesifikasinya;
  2. Barang sewa yang dideskripsikan boleh belum menjadi milik pemberi sewa pada saat akad dilakukan;
  3. Ketersediaan barang sewa wajib diketahui dengan jelas serta sebagian barang sewa sudah wujud  pada saat akad dilakukan;
  4. Wujud barang sewa yang dimaksud pada angka 3, harus jelas, siap dibangun, milik pemberi sewa atau pengembang yang bekerjasama dengan pemberi sewa, dan bebas sengketa;
  5. Pemberi sewa harus memiliki kemampuan yang cukup untuk mewujudkan barang sewa;
  6. Para pihak harus meyakini bahwa  barang sewa dapat diwujudkan  pada waktu yang disepakati;
  7. Para pihak harus sepakat terkait waktu serah-terima barang sewa; dan
  8. Apabila pemberi sewa menyerahkan barang sewa namun tidak sesuai dengan spesifikasi yang disepakati atau gagal serah pada waktu yang disepakati, maka penyewa berhak: 
  9. Melanjutkan akad dengan atau tanpa meminta kompensasi dari pemberi sewa, atau
  10. Membatalkan akad dengan meminta pengembalian dana sesuai dengan jumlah yang telah diserahkan.
Ketentuan terkait Ujrah 

  1. Ujrah boleh dalam bentuk uang  dan selain uang; 
  2. Jumlah ujrah dan mekanisme perubahannya harus ditentukan berdasarkan kesepakatan;
  3. Ujrah boleh dibayar secara tunai, tangguh, atau bertahap (angsur) sesuai perjanjian sejak akad dilakukan; dan
  4. Ujrah yang dibayar oleh penyewa setelah akad, diakui sebagai milik pemberi sewa. 
Ketentuan terkait Uang Muka dan Jaminan 

  1. Dalam akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah dibolehkan adanya uang muka (uang kesungguhan [hamisy jiddiyah]) yang diserahkan oleh penyewa kepada pemberi sewa.
  2. Uang muka dapat dijadikan ganti rugi (al-ta'widh) oleh pemberi sewa karena proses upaya untuk mewujudkan barang sewa (apabila penyewa melakukan pembatalan sewa), dan menjadi pembayaran sewa (ujrah)  apabila akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah dilaksanakan sesuai kesepakatan.
  3. Apabila jumlah uang muka lebih besar dari jumlah kerugian maka uang muka tersebut harus dikembalikan kepada penyewa.
  4. Dalam akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah dibolehkan adanya jaminan (al-rahn) dari pemberi sewa baik secara hakiki (qabdh haqiqi)maupun secara hukum  (qabdh hukmi).


Sumber :

Fatwa DSN MUI No 101 Tentang Akad al Ijarah al Maushufah Fi al Zimmah
Fatwa DSN MUI No. 102 : Akad Al-Ijarah Al-Maushufah fi Al-Dzimmah untuk Produk Pembiayaan Pemilikan Rumah (PPR)-Indent