Agar Tak Tersalah ! Ini Standar Penerapan Akad Wakalah pada Pembiayaan Murabahah Yang Harus Diperhatikan

Salah satu skema akad murabahah pada Bank Syariah yang paling sering diterapkan adalah dengan penambahan akad wakalah sebagai pelengkap atau yang disebut dengan murabahah bil wakalah. Akad wakalah digunakan ketika bank syariah mewakilkan kepada pihak lain atau nasabah untuk membeli barang yang akan dijual kepada nasabah. .
Namun skema ini banyak menuai kritik di beberapa kalangan, karena mirip dengan skema pinjaman pada bank konvensional. Kemiripannya ada pada saat Bank Syariah memberikan uang kepada nasabah, padahal seharusnya bank syariah memberikan barang.  Skema ini tidak-lah bertentangan secara syariah jika akad murabahah dilakukan setelah barang dibeli oleh nasabah. Fatwa MUI No 4 tahun 2002 tentang Murabahah pun sudah membolehkan skema ini dengan menyatakan:

"Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank."

Agar tak tersalah. Berikut ini standar penerapan akad wakalah pada akad murabahah yan harus diperhatikan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS). Standar ini di buat oleh OJK.
  1. Bank diperbolehkan memberi kuasa melalui akad wakalah kepada Nasabah untuk bertindak sebagai wakil Bank untuk membeli obyek Murabahah sesuai dengan spesifikasi, kondisi, serta harga yang telah disetujui oleh Bank.
  2. Nasabah yang ditunjuk sebagai kuasa Bank berkewajiban memeriksa Obyek Murabahah terhadap kualitas, kondisi, pemilihan dan spesifikasi Obyek Murabahah sesuai dengan yang telah disepakati.
  3. Dalam pelaksanaan tugas Nasabah sebagai wakil Bank, Nasabah bertindak langsung untuk dan atas nama Bank dan mengambil langkahlangkah yang diperlukan untuk melindungi hak-hak dan kepentingan Bank dan tidak melakukan atau melalaikan hal yang tidak sesuai dengan kewajiban dan tanggung jawab Nasabah.
  4. Wakalah dalam transaksi Murabahah dapat meliputi namun tidak terbatas pada pemesanan obyek Murabahah, pembayaran sebagian atau keseluruhan harga obyek Murabahah dengan dana yang berasal dari Nasabah dan/atau Bank.
  5. Dalam hal para pihak ingin melaksanakan akad pembiayaan Murabahah sebelum Nasabah melaksanakan tugas wakalahnya, maka akad Murabahah berlaku efektif setelah melakukan tugas wakalah (muallaq). Hal ini hanya bisa dilakukan ketika obyek Murabahah memerlukan waktu untuk mendapatkannya dan harus ditentukan jangka waktunya.
  6. Nasabah yang bertindak sebagai wakalah pihak Bank tidak memiliki hak atau otoritas, baik secara tersirat maupun tersurat untuk:
    (a) membuat atau memberikan jaminan hutang, pernyataan atau jaminan (warranties) sehubungan dengan Pembelian atas nama Bank;
    (b) melaksanakan suatu kewajiban atau mengikat kontrak penjualan Barang atas nama Bank selain dari yang dinyatakan secara tegas dalam perjanjian atau akad; atau
    (c) meminta, menuntut, atau memperoleh penggantian biaya baik yang berkaitan dengan asuransi, upah, pergudangan, pengiriman atau hal-hal lainnya sehubungan dengan Barang selain dari yang ditetapkan dalam Harga Beli yang ditentukan.
  7. Sebagai wakil, Nasabah akan bertanggung jawab untuk membeli dan melakukan penyerahan atas barang secara langsung dari penyedia pada tanggal penyerahan sebagaimana disebutkan dalam pemberitahuan transaksi yang telah disetujui oleh Bank.
  8. Kepemilikan atas barang berpindah kepada Bank setelah penyerahan barang dari penyedia kepada Nasabah sebagai wakil Bank sesuai dengan cara yang telah ditetapkan dan disepakati lebih lanjut dalam perjanjian.
  9. Nasabah menanggung semua risiko sehubungan dengan pencurian, kerugian, kerusakan dan musnahnya barang kecuali diakibatkan oleh hal-hal force majeursejak tanggal penyerahan dari penyedia sampai dengan tanggal dimana Bank menyerahkannya kepada Nasabah.
  10. Nasabah dengan menggunakan biaya Nasabah sendiri dapat menutup asuransi atas Obyek Pembiayaan secara memadai, dimana Bank menjadi penerima utama pembayaran asuransi, yang meliputi risiko seperti kebakaran, kerugian, gempa bumi, pencurian, atau menutup asuransi lainnya yang diperlukan untuk mengasuransikan pemindahan, penyimpanan, dan pergudangan dari barang dengan nilai asuransi penuh, sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan oleh Bank.
  11. Nasabah tidak diperbolehkan mengadakan perubahan, pengesampingan, atau pembatalan terhadap pembelian, dan tidak ada ketentuan manapun yang dijadikan dasar bagi Nasabah untuk membatalkan pembelian tersebut tanpa persetujuan tertulis sebelumnya dari Bank. 
  12. Sepanjang seluruh syarat untuk pembayaran telah dipenuhi oleh nasabah dan tidak terjadi wanprestasi terhadap perjanjian pembiayaan, pembayaran harga beli akan dilakukan oleh Bank kepada Nasabah atau kepada penyedia. 

Sumber : Buku Standar Produk Perbankan Syariah : Murabahah (OJK, 2016)