Hukum SPaylater



OlehIwan Setiawan, S.Sy, M.H (Dosen Hukum Eknomi Syariah)

SYARIAHPEDIA.COM - Kemajuan tekhnologi memberikan dampak yang besar dalam perekonomian. Dampak itu dirasakan bukan hanya oleh perbankan yang sudah eksis lama dalam digital, tetapi juga oleh para pengusaha, baik itu dari kalangan atas maupun para pelaku UMKM. Kegiatan pemasaran melalui digital sangat efektif dalam mencari konsumen baru dan memberikan pelayanan yang baik sehingga bisa mempertahankan permintaan atas produknya, apalagi dengan adanya Go Food, Shopee Food, dan layanan jasa yang ditawarkan oleh pelbagai market place lainnya semakin membantu peningkatan pendapatan UMKM.

Tekhnologi sangat membantu kegiatan masyarakat karena untuk memenuhi kebutuhannya bisa dilakukan dengan mudah. Misalnya saja adanya ojek online, masyarakat sebagai pengguna jasa tidak perlu menunggu lama dipinggir jalan untuk memakai jasa ojek online, masyarakat bisa pesan melalui hp dari rumah atau dari kantor. Contoh lainnya, adanya layanan jasa antar makanan semakin memanjakan para konsumen. Masyarakat yang membutuhkan makanan, baik itu untuk sarapan, makan siang, sampai makan malam bisa melalui aplikasi. Hanya cukup dengan memilih menu makanan yang ada, lalu pilih kemudian menunggu makanan datang diantar oleh driver.

Bukan hanya fasiitas dalam meyediakan lapak bagi para UMKM serta cara pemasaran melalui diskon yang menguntungkan konsumen. Berbagai market place menyediakan fasilitas baru dengan menggandeng platform jasa keuangan agar konsumen yang mempunyai dana limit bisa tetap membeli barang atau jasa yang dibutuhkan. Fasilitas ini dikenal dengan PayLater, walaupun disetiap aplikasi penyedia jasa, baik itu makanan, hotel, atau yang lainnya telah menggunakan fitur ini, setiap aplikasi mempunyai aturan yang berbeda. Hanya saja yang perlu digaris bawahi adalah, hubungan hukum dengan konsumen itu didasari dengan pinjam meminjam, sehingga ketika pihak fintech mensyaratkan adanya tambahan, itu termasuk pada riba yang diharamkan.

Kesadaran pentingnya menjadikan Islam sebagai tolak ukur dalam berprilaku harus menjadi dasar untuk melakukan aktivitas dalam bermuamalah agar sesuai syariah. Sehingga para konsumen dan produsen, baik itu yang bergerak dibidang makanan, kosmetik, dan pakaian, ataupun dibidang jasa,  perlu mengetahu bagaimana hukum suatu transaksi. Dalam melakukan bisnis untuk mendapatkan keuntungan dan dalam menggunakan harta untuk memenuhi kebutuhan, jangan hanya didasari untung rugi saja, tetapi keberkahan dengan bermuamalah sesuai syariah pun wajib diperhatikan.

Rosulullah saw bersabda yang artinya:
Sesungguhnya Rasûlullâh ﷺ bersabda: "Tidak akan bergeser kedua telapak kaki seorang hamba di hari kiamat nanti kecuali setelah ditanya empat hal, yaitu: tentang umurnya, habis digunakan untuk apa, tentang jasadnya rusak digunakan untuk apa, tentang ilmunya apakah diamalkan, dan tentang hartanya dari mana ia dapatkan dan untuk apa ia gunakan" (HR. Ibnu Hibban dan At Tirmizi).

Mengenai hukum paylater pada Shopee dalam pandangan Islam, dijelaskan dalam beberapa poin:

Pertama, PayLater adalah fasilitas yang ada pada market place, bekerjasama dengan pihak ketiga dengan memberikan pelayanan kepada konsumen berupa bayar tunda atau bayar nanti. Aturan main PayLater tidak jauh beda dengan kartu kredit, namun PayLater tidak menggunakan kartu, melainkan berbasis teknologi informasi.

Kedua, Salah satu market place yang mempunyai layanan PayLater adalah Shopee. Shopee bekerjasama dengan PT Commerce Finance sebagai pihak penyedia produk pinjaman. Shopee PayLater merupakan layanan pembayaran yang memberikan kemudahan bagi konsumen untuk berbelanja dan membayarnya pada waktu yang ditentukan. Misalnya 3 bulan, 6 bulan, atau 12 bulan. Konsumen dikenakan biaya penanganan sebesar 1 % per transaksi .

Ketiga, konsumen statusnya sebagai debitur (penerima pinjaman) , ketika konsumen membeli barang namun tidak melakukan pembayaran secara tunai, konsumen memilih fitur PayLater untuk meminjam uang guna membayar barang yang dibeli dan konsumen berkewajiban untuk membayar pada waktu jatuh tempo beserta bunganya, dalam konteks ini dinamakan biaya penanganan.

Keempat, pihak ketiga yaitu PT Commerce Finance statusnya sebagai kreditur, yaitu perusahaan yang mempunyai piutang atas konsumen karena adanya perjanjian pinjam meminjam . Kelima, perjanjian antara konsumen dan pihak penyedia layanan PayLater adalah pinjam meminjam, oleh karena itu dalam akad pinjam meminjam (qardh) tidak boleh adanya tambahan yang disyaratkan di muka oleh pihak penerbit PayLater kepada konsumennya. Imam Ibnu Qudamah mengatakan dalam kitabnya:

كل قرض شرط فيه ان يزيده فهو حرام بغير خلاف 

“Para ulama sepakat bahwa setiap pinjaman yang disyaratkan ada tambahannya itu diharamkan”

Keenam, perjanjian pada SPayLater membebankan biaya penanganan 1 % pada jumlah transaksi yang disyaratkan diawal, contohnya ketika belanja 100.000 maka harus membayar 1% dari transaksi menjadi 101.000. Oleh karena itu, pemberi utang mensyaratkan adanya tambahan dalam akad pinjam meminjam maka SPayLater haram hukumnya karena termasuk pada riba .

Wallahu’alam