4 Standar Rumah Sakit Syariah

SYARIAHPEDIA - Rumah sakit sudah menjadi bagian dari kebutuhan pelayanan dasar bagi masyarakat masa kini. Menjaga kesehatan jasmani merupakan bagian dari tujuan syariah (maqhasih syariah), oleh karena itu pelayanan rumah sakit juga hendaknya sesuai dengan aturan syariah. 

Atas kebutuhan tersebut, kini banyak berdiri rumah sakit Islam. Namun dari sekian banyak rumah sakit Islam, baru sedikit yang sudah memenuhi standar rumah sakit syariah yang ditentukan oleh DSN-MUI. Setidaknya baru ada 10 rumah sakit yang sudah mendapat sertifikat syariah dari DSN-MUI. 

Baca : 10 Rumah Sakit Syariah di Indonesia

Lantas apa perbedaan rumah sakit syariah dengan rumah sakit pada umunya ?

Tahun 2016 DSN-MUI telah mengeluarkan fatwa nomor 107 tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Syariah. Fatwa ini menjadi panduan bagi rumah sakit yang ingin mendapatkan sertifikat syariah dari DSN-MUI. Dapat dikatakan ini adalah pedoman pertama di Indonesia bahkan di dunia yang mengatur standar rumah sakit syariah. Selama ini standar syariah hanya mengatur ketentuan syariah pada lembaga keuangan.

foto : fixabay.com

Dalam fatwa tersebut diatur 4 standar rumah sakit untuk dapat memenuhi ketentuan syariah :
A. Standar Akad yang digunakan
  1. Akad antara Rumah Sakit dengan Tenaga Kesehatan adalah akad Ijarah atas jasa pelayanan kesehatan; Rumah Sakit sebagai pengguna jasa (Musta 'jir), dan Tenaga Kesehatan sebagai pemberi jasa (Aj ir),
  2. Akad antara Rumah Sakit dengan Pasien adalah akad ijarah; Rumah Sakit sebagai pemberi jasa (Ajir), dan Pasien sebagai pengguna jasa (Musta 'jir), dalam upaya pengobatan penyakit yang dialami pasien.
  3. Akad antara Rumah Sakit dengan Pemasok Alat Kesehatan dan Pemasok Alat Laboratorium (selanjutnya disebut Pemasok) dapat berupa:
    (a) Akad ijarah; Rumah Sakit sebagai penyewa (musta'jir), dan pemasok sebagai pihak yang menyewakan (mu'jir);
    (b)  Akad ijarah muntahiyah bi al-tamlik; akad sewa yang diakhiri dengan pemindahan kepemilikan barang sewa dari mu 'jir kepada musta 'jir;
    (c)  Akad bai '; Rumah Sakit sebagai pembeli (musytari), dan pemasok sebagai penjual (ba'i );
    (d) Akad mudharabah; Rumah Sakit sebagai pengelola (mudharib), dan pemasok sebagai pemilik modal (shahib ai-mal); atau
    (e)  Akad musyarakah mutanaqishah; rumah sakit dan pengelola menyatukan modal usaha dan porsi kepemilikan modal pemasok berkurang karena pemindahan kepemilikan modal kepada rumah sakit secara bertahap.
  4. Akad antara Rumah Sakit dengan Pemasok Obat dapat berupa:
    (a)  Akad bai '; rumah sakit sebagai pembeli (musytari), dan pemasok obat sebagai penjual  (ba'i'), baik secara tunai (naqdan), angsuran (taqsith), maupun tangguh (ta Jil); atau
    (b)  Akad wakalah bi al-ujrah; Rumah Sakit sebagai wakil, dan pemasok obat sebagai pemberi kuasa (muwakkil) untuk menjual obat kepada pasien.
Ketentuan akad yang digunakan pada transaksi antar pihak rumah sakit dengan pihak lain mengacu pada fatwa akad terkait yang sudah dikeluarkan oleh DSN-MUI sebelumnya. Seperti dalam hal para pihak menggunakan akad ijarah, maka berlaku ketentuan dan syarat akad ijarah yang terdapat dalam fatwa DSN-MUl Nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah.

B. Standar Pelayanan
  1. Rumah Sakit dan semua pihak yang bekepentingan (stakeholders) wajib memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan sebaik-baiknya.
  2. Rumah Sakit wajib memberikan pelayanan yang sesuai dengan Panduan Praktik Klinis (PPK), clinical pathway dan atau standar pelayanan yang berlaku.
  3. Rumah Sakit wajib mengedepankan aspek kemanusiaan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien, tanpa memandang ras, suku, dan agama.
  4. Rumah Sakit wajib berkornitmen untuk selalu bersikap amanah, santun dan ramah, serta senantiasa berusaha untuk memberikan pelayanan yang transparan dan berkualitas.
  5. Rumah sakit wajib mengedepankan aspek keadilan, dan kewajaran dalam membuat perhitungan biaya yang akan dibebankan kepada pasien.
  6. Rumah Sakit wajib memberikan pelayanan dan konsultasi spiritual keagamaan yang sesuai kebutuhan untuk kesembuhan pasien.
  7. Pasien dan Penanggung Jawab pasien wajib mematuhi semua peraturan dan prosedur yang berlaku di Rumah Sakit.
  8. Rumah Sakit, pasien dan penanggung jawab pasien wajib mewujudkan akhlak karimah.
  9. Rumah Sakit wajib menghindarkan diri dari perbuatan maksiat, risywah, zhulm dan hal-hal yang bertentangan dengan syariah.
  10. Rumah Sakit waj ib memiliki Dewan Pengawas Syariah.
  11. Rumah Sakit wajib mengikuti dan merujuk fatwa Majelis Ulama Indonesia terkait dengan masalah hukum Islam kontemporer bidangkedokteran (al-masa'il al-fiqhiyah al-waqi 'iyah al-thibbiyah).
  12. Rumah Sakit wajib memiliki panduan terkait tatacara ibadah yang wajib dilakukan pasien muslim (antara lain terkait ketentuan tata cara bersuci dan shalat bagi yang sakit).
  13. Rumah Sakit wajib memiliki panduan terkait standar kebersihan Rumah Sakit.

C. Standar Penggunaan Obat-Obatan, Makanan, Minuman, Kosmetika, dan Barang Gunaan
  1. Rumah Sakit wajib menggunakan obat-obatan, makanan, minuman, kosmetika, dan barang gunaan halal yang telah mendapat sertifikat Halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI);
  2. Apabila obat yang digunakan belum mendapat sertifikat Halal dari MUl, maka boleh menggunakan obat yang tidak mengandung unsur yang haram;
  3. alam kondisi terpaksa (dharurat), penggunaan obat yang mengandung unsur yang haram wajib melakukan prosedur informed consent.

D. Standar Penempatan, Penggunaan, dan Pengembangan Dana 
  1. Rumah Sakit wajib menggunakan jasa Lembaga Keuangan Syariah dalam upaya penyelenggaraan rumah sakit, baik bank, asuransi, lembaga pembiayaan, lembaga penjaminan, maupun dana pensiun;
  2. Rumah Sakit wajib mengelola portofolio dana dan jenis-jenis asset lainnya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah;
  3. Rumah Sakit tidak boleh mengembangkan dana pada kegiatan usaha dan/atau transaksi keuangan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. .
  4. Rumah Sakit wajib memiliki panduan pengelolaan dana zakat, infaq, sedekah, dan wakaf