Berwakaf di Asuransi Syariah : Mungkinkah?

Oleh : Yekti Migunani*

Indonesia adalah pangsa pasar yang besar untuk perkembangan industri asuransi syariah. Terbukti per Maret 2018, aset asuransi umum syariah pada kuartal pertama tahun ini tumbuh signifikan mencapai Rp 5,76 triliun, naik 17,5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sejumlah Rp 4,90 triliun (OJK, 2018).

Dalam praktiknya, asuransi syariah memiliki akad tabarru (kebajikan) sebagai akad utama. Akad tabarru dalam asuransi syariah adalah kontrak dengan ketentuan setiap peserta setuju untuk membantu pihak lain dalam mengambil risiko jika ada kejadian buruk yang menimpa. Akad tabarru dalam asuransi menghilangkan faktor gharar (ketidak jelasan) dan maysir (spekulasi) yang kemudian inilah yang membedakan asuransi syariah dengan asuransi konvensional.

Dalam hal ini, asuransi syariah di Indonesia menggunakan akad tabarru yaitu hibah. Tetapi dalam praktiknya, penggunaan akad hibah di asuransi syariah masih diperdebatkan. Apakah boleh dana yang telah diberikan diterima kembali dalam bentuk tunjangan ataupun dana. 

Padahal jelas, di dalam sebuah hadis dikatakan bahwa hibah tidak dapat ditarik kembali, kecuali hibah dari orang tua kepada anak-anaknya.



Tulisan ini merupakan penyambung gagasan dari sebuah jurnal yang berjudul “A waqf and musyarakah implementation model in takaful ijtima’i as an alternative sharia insurance system: An experiment to maximise the realisation of the social justice principle in sharia insurance in Indonesia” oleh Z.Abdullah, Fakultas hukum Universitas Indonesia.

Di dalam jurnal tersebut dikatakan bahwa ada yang bisa dilakukan untuk memaksimalkan tujuan asuransi syariah yang berkeadilan dan sesuai syariah, yaitu penggunaan akad wakaf.

Mengapa harus wakaf? wakaf adalah akad tabarru dimana barangnya memiliki daya tahan atau merupakan asset produktif. Dalam hal ini, objek wakaf dalam asuransi syariah adalah uang, dibolehkan dalam pasal 16 ayat 3 UU no. 41 tahun 2004 tentang wakaf.

BACA JUGAKONTEKTUALISASI DAN REPOSISI FUNGSI WAKAF (Tela'ah atas Undang Undang RI Tentang Wakaf)

Perwujudan akad wakaf ini oleh perusahaan asuransi selaku nazhir wakaf adalah menginvestasikan dana wakaf ke perusahaan-perusahaan syariah atau yang jelas terhindar dari praktik yang dilarang syariah, atau bisa membeli asset wakaf seperti perkebunan atau asset produktif lainnya. Kemudian, dari hasilnya barulah digunakan untuk pembayaran klaim yang diajukan atau operasional perusahaan.

Apabila akad wakaf diterapkan, bukan hanya mendapatkan pahala jariyah dari berwakaf, tetapi peserta juga mendapatkan manfaat tunjangan dari hasil asset yang diwakafkan. Tentu saja, hal ini tidak mudah diterapkan jika tidak didukung penuh dari semua pihak, dari mulai kesiapan regulasi hingga kesiapan masyarakatnya.

Meskipun begitu, bukan berarti akad hibah dalam asuransi syariah sekarang dilarang. Implementasi hukum islam dikenal dengan istilah rukhshoh yang dalam hal ini terdiri dari dua faktor yaitu, persaingannya dengan asuransi konvensional serta masyarakat yang belum memiliki pemahaman yang baik tentang ekonomi syariah. Kita tetap harus mendukung kemajuan industri syariah di Indonesia sebagai pemilik penduduk terbesar muslim di dunia.



Tentang Penulis
Penulis kelahiran 1997 ini bernama lengkap Yekti Migunani, seorang mahasiswi semester 6 jurusan akuntansi syariah di Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI, Depok. Berdomisili di Depok. Penulis dapat dihubungi di surel yekti.migunani@gmail.com.


Kirim Tulisan : Buat yang hobi nulis dan ingin tulisannya dipublis, Web infosyariah.com menerima tulisan seputar ekonomi & keuangan syariah untuk dimuat dan dipublis di web ini, silahkan kirim ke infosyariah16@gmail.com