Ini Persyaratan untuk Mendapatkan Sertifikat Kesesuaian Syariah dari DSN-MUI

Beberapa tahun belakangan ini semakin menjamur jenis usaha yang berlabel syariah, yang dapat dilihat dari penamaan yang menggunakan istilah "syariah". Mulai dari sektor keuangan sperti bank syariah, asuransi syariah, pembiayaan syariah, pegadaian syariah, pasar modal syariah, dana pensiun syariah, dan koperasi syariah. Istilah "syariah" mulai merambah bisnis riil, seperti hotel syariah, rumah sakit syariah, wisata syariah, bahkan sampai ada loundry syariah (he... ini beneran lho... deket tempat tinggal ane ada loundry syariah).

Menjamurnya jenis usaha berbasis syariah harus kita sambut positif sebagai bentuk kesadaran masyarakat yang semankin tinggi untuk menerapkan Islam dalam setiap aspek kehidupan, termasuk masalah usaha. Karna memang sesungguhnya, masalah usaha sudah diatur sedemikian rupa dalam Islam. 

Namun, hal ini perlu juga pengaturan agar jangan sampai istilah "syariah" hanya dijadikan modus untuk mendulang keuntungan yang padahal secara operasionalnya jauh dari nilai-nilai syariah. Oleh karena itu diperlukan pengaturan yang jelas dari pihak berwenang untuk mengatur usaha syariah agar terjaga aspek kesyariahannya. 

Dewan Syariah Nasional (DSN) - MUI sebagai lembaga yang berhak untuk mengeluarkan pernyataan atau pendapat atas kesyariahan lembaga bisnis di Indonesia mengeluarkan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh lembaga bisnis syariah untuk mendapatkan Sertifikat Kesesuaian Syariah dari DSN MUI. Sertifikat Kesesuaian Syariah bisa dijadikan sebagai bukti bagi perusahaan bahwa usaha yang dilakukan telah sesuai syariah, selain itu sertifikat ini juga bisa dijadikan landasan bagi masyarakat dalam memilih layanan atau produk yang sesuai syariah.

Berikut adalah keterangan persyaratan yang harus dipenuhi oleh perusahaan, baik lembaga keuangan maupun lembaga bisnis lain, untuk memperoleh sertifikasi kesesuaian syariah dari Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia.

A. Persyaratan Umum
  1. Mengajukan surat permohonan;
  2. Mengisi formulir yang disediakan;
  3. Pernyataan komitmen dari perusahaan untuk melaksanakan usaha sesuai syariah
  4. Membayar biaya sertifikasi;
  5. Melampirkan fotokopi dokumen hukum (legal document) perusahaan:
    1. Akta Pendirian Perusahaan telah disahkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia beserta perubahannya (kalau sudah pernah diubah);
    2. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP);
    3. Surat Izin lain dari Otoritas terkait;
    4. Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
    5. Surat Keterangan Domisili Perusahaan;
    6. NPWP Perusahaan;
    7. Surat Keputusan RUPS/Hasil Notulansi Rapat Dewan Komisaris dan Direksi atau keputusan otoritatif di LKS, LBS dan LPS tentang rencana menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;

      (Asli dokumen disiapkan saat presentasi atau saat tim reviu DSN-MUI melakukan kunjungan lapangan)
  6. Melampirkan profil lembaga (LKS, LBS, dan LPS) yang berisi uraian tentang:
    1. Sejarah lembaga;
    2. Dasar hukum lembaga;
    3. Visi, misi, tujuan lembaga;
    4. Struktur organisasi: (sebelum membuka syariah)
    5. Profil manajemen;
    6. Struktur permodalan;
    7. Laporan keuangan; dan
    8. Profil rencana bisnis syariah, terdiri dari:
      1. Visi, misi, dan tujuan;
      2. Rencana struktur organisasi (di dalamnya ada organ DPS);
      3. Tahapan persiapan pembukaan keuangan/bisnis syariah;
      4. Model bisnis syariah yang akan dijalankan (di dalamnya skema akad-akad yang digunakan dan draf dokumen perjanjian/akad);
      5. Sistem dan target pemasaran;
      6. Mitra kerjasama (Lembaga Keuangan/Bisnis Syariah);
      7. Rencana strategi pengembangan bisnis syariah;
      8. Profil manajemen bisnis syariah; dan
      9. Profil/CV calon DPS (jika ada);
  7. Memiliki rekening di Lembaga Keuangan Syariah.
B. Persyaratan Khusus
  1. Bisnis Penjualan Lansung Berjenjang (PLB):
    1. Melampirkan model marketing dan sistem komisi;
    2. Melampirkan jenis-jenis produk;
    3. Melampirkan sertifikat halal dari LPOM-MUI untuk produk-produk makanan/minuman, kosmetik,  dan obat-obatan.
    4. Melampirkan Surat Izin Usaha Penjualan Langsung (SIUPL) dari Badan Kordinasi Penanaman Modal; dan
    5. fotokopi tanda keanggotaan Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI).
  2. Bisnis Hotel, Restauran, dan SPA:
    1. Fotokopi sertifikat keanggotaan asosiasi bidang usaha; dan
    2. Melampirkan sertifikat halal dari LPPOM-MUI.
  3. Bisnis Wisata:
    1. Biro Perjalanan Wisata
      1. Sertifikat Standar Usaha bagi Tour Planer/Leader; dan
      2. Tour Guide yang bersertifikat pariwisata syariah (bagi BPW).
    2. Pengelola Wisata
      1. Sertifikat Standar Usaha bagi Badan Pengelola Wisata (BPW).
  4. Bisnis Perdagangan Online:
    1. Melampirkan term and condition produk syariah.
  5. Online Trading Saham:
    1. SOP penyelenggaraaan online trading syariah, terdiri dari:
      1. Pembukaan rekening efek syariah;
      2. Penutupan rekening online trading syariah;
      3. Peneriman dana nasabah;
      4. Pengiriman dana nasabah;
      5. Tarik dana nasabah rekening efek syariah;
      6. Portofolio nasabah keluar dari daftar efek syariah;
      7. Penerimaan efek syariah;
      8. Penetapan batasan transaksi nasabah; dan
      9. Pemberian pin dan password online trading.
    2. Panduan online trading syariah
  6. E-Money:
    1. Manual informasi untuk pemegang kartu uang elektronik syariah; dan
    2. Mekanisme penerbitan uang elektronik

    Sumber : DSN MUI